Mbak Wiet, Mensyiarkan yang Syar’i melalui Zhifara

Ber-Hijab sedang hits! Bukan hanya di negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia atau Malaysia, tapi hampir di seluruh dunia. Majalah-majalah mode yang mengkhususkan untuk memuat fashion Muslimah bermunculan bak cendawan di musim penghujan. Hijab dikreasikan sedemikian rupa sehingga seorang Muslimah merasa butuh “panduan” dalam menutup auratnya.

Satu sisi, ini berita baik karena berhijab menjadi trend dan sedikit demi sedikit menggeser trend fashion yang serba minimalis; di sisi lain makna hijab mulai juga mengalami pergeseran. Hijab bukan lagi simbol “way of life” tapi seakan sudah menjadi “sekedar” trend semata. Buku-buku tutorial hijab laris manis mengalahkan buku-buku “tutorial” akhlak. Acara-acara ke-Muslimah-an pun didominasi oleh hijab tutorial, make over dengan produk kosmetik halal dan hal-hal yang lebih bersifat memoles package.

Di tengah pro-kontra tersebut, dan demikian kuatnya arus trend berhijab trendy, saya menemukan sosok #MuslimahKeren yang satu ini. Lulusan Psikologi Unpad ini mengembangkan usaha hijabnya yang sarat akan nilai, mempertahankan kesyar’ian dan men-syiarkannya. Mbak Wiet, demikian saya biasa menyapanya, memulai usaha yang diberi label House of Zhifara pada 2011.  Mengusung kesederhanaan dan prinsip-prinsip syariah dalam berhijab, perempuan bernama lengkap Wiwiet Tresnawaty ini ingin menghadirkan nuansa berhijab yang sesuai dengan tuntunan tapi juga bisa hadir dengan tampilan yang manis sebagaimana tagline yang disematkan pada produk-produknya, “cute, simple and syar’i hijab”.

Menurutnya, saat ini banyak orang hanya mengedepankan trend mode-nya saja dalam berhijab, sedangkan esensinya diabaikan. “Esensi hijab adalah wujud ketaatan seorang muslimah kepada Allah untuk menjaga dan memuliakan diri mereka yang memiliki kejelasan aturan dalam Al-Qur’an. Jadi gak bisa seenak maunya kita,” tuturnya.

Kesederhanaan memang adalah sebuah nilai yang diusung oleh label Zhifara. Namun demikian, Mbak Wiet berusaha mengemas kesahajaan dengan manis sehingga hijab langsung pakai sebagai produk andalan Zhifara tidak berkesan monoton atau terlalu casual.

“Hijab syar’i memang tidak begitu banyak pilihan modelnya dan umumnya memang sederhana. Zhifara melihat sisi itu, bahwa kesederhanaan tidak melulu menggambarkan sesuatu statis, kesederhanaan itu dinamis, dia juga bisa mengikuti perkembangan zaman. Jadi saya coba mendesign hijab syar’i dengan bahan, pola dan asesories yang dikombinasi sedemikian rupa sehingga menjadi hijab yang manis.Kesederhanaan itu berkaitan juga dengan sesuatu yang simple. Semua jilbab zhifara bisa dikenakan secara langsung tanpa harus melalui proses yang rumit. Dan tanpa harus menambahkan asesories secara khusus,” jelas perempuan yang menghabiskan masa SMA di Jayapura ini.

Mbak Wiet sendiri, selain menjalankan usaha hijabnya juga tetap menjalani perannya sebagai istri dan ibu rumah tangga bagi suami dan anaknya. Ia juga aktif membina kelompok pengajian dan mengisi kajian parenting, sesuai dengan ilmunya. Mengawali proses menutup aurat saat kuliah, Mbak Wiet tidak pernah sama sekali merasa bahwa berhijab menghalanginya untuk berkarya. Berkarya dan berdaya, menurutnya, tidak terkait pada penampilan fisik, tapi terkait erat pada tekad yang kuat untuk bisa bermanfaat bagi orang lain, kesabaran melalui semua proses yang sulit serta kerendah hatian untuk bisa mengambil pelajaran agar bisa menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Mengalahkan diri sendiri tidak pernah mudah bagi siapapun. Pun bagi Mbak Wiet. Ia mengaku bahwa tantangan terbesar datang dari diri sendiri, untuk semakin memahami ilmu, memperbanyak amal, memperbagus ahlak dan menjadi lebih rajin dalam beribadah kepada Allah. Adapun, bagi seorang Muslimah, terkadang memilih untuk berhijab sesuai syariah adalah sebuah PR tersendiri di tengah kepungan mode dan tuntutan zaman. Kurangnya pengetahuan dan tekad (untuk berhijab sesuai tuntunan), serta kekhawatiran hijab syar’i akan mengurangi kecantikan, menurut Mbak Wiet merupakan  tantangan yang harus dikalahkan seorang Muslimah.

“Bila para muslimah menyempurnakan pemahamannya dengan ilmu, memiliki tekad yang kuat, dan menghilangkan segala kekhawatiran bahwa berhijab syar’i itu akan membatasi ruang gerak dalam berkarya atau mengurangi kecantikan, maka untuk berhijab syar’i itu akan menjadi lebih mudah,” ungkapnya.

Allah tidak melihat pada bentuk dan rupa seorang Muslimah. Karenanya untuk menjadi #MuslimahKeren, memiliki bentuk fisik serta packaging yang menunjang jauh dari cukup. Package­-lah diri kita dengan packaging yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, karena sejatinya kita menjadi #MuslimahKeren di mata Allah adalah dengan ketaatan dan berbagai daya dan karya yang bermanfaat. Mbak Wiet, melalui label Zhifara-nya mengajarkan kita bahwa berhijab tidak memelukan proses yang rumit, karena ketaatan pada Allah itu memang tidaklah rumit. Tulisan ini, saya tutup dengan sebuah quote dari Mbak Wiet,

“Semua muslimah bisa berkarya di bidang profesi apapun yang mereka tekuni dan mereka minati dalam koridor ketaatan kepada Allah.” Gambar

Kebenaran datang dari Allah, kesalahan dan kelalaian datang dari diri saya.

Selamat mengambil hikmah dan manfaat ^__^

Muslimah Keren: Chibi, Berkarya di Banyak Lini

38349_408174738019_3727137_nBerkenalan dengan Muslimah Keren yang satu ini, bisa membuat kita tertular semangat dan energinya yang amat positif. Seolah tidak ada kata istirahat baginya untuk terus berkarya dan member manfaat bagi banyak orang. Jadi, setelah sekian lama tidak mengisi blog saya dengan sesuatu yang berarti, saya ingin membagi cerita tentang sahabat saya, si Muslimah Keren, yang insyaAllah bisa menjadi inspirasi untuk kita semua.

Terlahir dengan nama Ranny Rastati, sebagian besar orang yang mengenalnya memanggilnya Chibi, nama “Jepang” yang ia dapatkan ketika mengenyam pendidikan sarjana di Sastra Jepang UI. Sosoknya riang dan ramah dan tampak lebih muda dari usia sebenarnya.

Sehari-hari, ia bekerja di bagian Departemen Service dan Training Lotte Indonesia. Sepintas, kehidupannya sama saja dengan perempuan muda berpendidikan yang sedang bersemangat meniti karier di ibu kota. Tapi, di sela-sela kesibukannya, Chibi menyempatkan diri mengurus “orang lain” dengan membuka Chibi Ranran Help Center.

Inspirasi itu datang saat ia dan teman-teman SMP-nya mengadakan bakti social kesehatan gratis serta seminar mengenai kesehatan. Hal itu mereka adakan sebagai wujud syukur sekaligus sebagai rasa terima kasih kepada para guru dan masyarakat sekitar SMP tempatnya dulu belajar. Ternyata kegiatan tersebut masih menyisakan sejumlah uang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan murid-murid yang tidak mampu di SMP tersebut. Dari situ, anak kedua dari dua bersaudara ini terpikir untuk mewadahi bantuan dari teman-temannya atau dari siapapun yang ingin membarikan bantuan. Dan lahirlah Chibi Ranran Help Center. Sampai saat ini, Chibi Ranran Help Center sudah menyalurkan bantuan untuk merenovasi musholla SMP 102, tempatnya dulu belajar dan sebuah musholla di daerah Tangerang dan masih akan terus menyalurkan bantuan peralatan sholat untuk musholla yang membutuhkan.

Yang menarik, Chibi mengaku bahwa dirinya nyaris tidak menemukan “duka” saat mengerjakan pekerjaan dan kegiatan sosialnya. “Yang ada semuanya suka. Hehe. Yang penting segala sesuatu djalani dengan bahagia, ikhlas, dan semangat. Kalau dimulai dengan niat yang baik, maka Allah juga akan memudahkan jalannya,” ujar dara kelahiran Jakarta, 27 tahun silam ini.  

Manajemen waktu yang baik adalah kuncinya. Chibi senantiasa berusaha mempergunakan waktu dengan maksimal. Ketika di kantor, ia akan mencurahkan perhatiannya secara total untuk kepentingan pekerjaan; begitu juga apabila saatnya ia mengerjakan  urusan Chibi Ranran Help Center, ia akan focus untuk mengerjakan urusan Chibi Ranran Help Center.

Chibi pertama kali berhijab saat ia duduk di kelas satu SMA selepas pesantren kilat di sekolahnya. Sebuah taushiyah tentang kematian demikian menggugah kesadarannya untuk menunaikan kewajiban dari Tuhannya sebelum maut datang menjemput: berhijab. Dan sejak saat itu, Chibi selalu rapih menutup auratnya.

Apakah pernah ia merasa terhalang dengan hijab yang dikenakannya, mengingat ia bekerja di perusahaan asing?

Ternyata, hijab tidak menghalanginya untuk berkarya dan bergaul dengan orang-orang dari budaya berbeda. Menurut Chibi, yang menjadi masalah bukanlah pakaian tapi attitude atau perilaku yang dibawa seseorang yang lebih menentukan. Beruntung, Chibi berada di lingkungan multi kultur yang amat toleran dengan ke-Islam-annya. Campuran Jawa-Toraja ini bahkan pernah ditegur rekannya yang “orang asing” karena waktu shalat sudah tiba sedang ia masih disibukkan dengan pekerjaan.

Bersama hijab itu pula, Chibi sudah melanglang buana ke berbagai negara dimana Muslim sangatlah minoritas. Mulai dari homestay di Sydney, Australia; Jepang, Korea dan China. Dan ia tidak pernah merasakan diskriminasi dalam perjalanan dan interaksinya dengan penduduk local. Salah satunya karena ia diuntungkan dengan kemampuannya bicara dalam tiga bahasa asing! Ya, Chibi yang juga pernah aktif mengkampanyekan “Save The Whale” ini mahir berbicara dalam bahasa Inggris, Jepang dan Korea.

Chibi yang senang memodifikasi gaya hijabnya juga memiliki pengalaman unik selama travelling. Ketika ia berkeliling Nami Island, tempat pengambilan gambar Drama Korea fenomenal, Winter Sonata, dengan sepeda, banyak orang melihatnya dan melambaikan tangan. Bahkan banyak juga yang minta foto bersama karena hijabnya dipandang unik dan menarik.

Dalam kehidupan sehari-hari, Chibi sangat mengidolakan sang Mama. Baginya, Mama adalah super woman. Walaupun sang Mama bukan ibu rumah tangga full time dan memiliki banyak kegiatan di luar rumah, akan tetapi Chibi tidak pernah merasa kehilangan sosoknya.

Walaupun sehari-hari cuma ketemu 2-3 jam, tapi waktu yang kami habiskan itu sangat berkualitas. Jadi rasanya nyokap itu selalu ada kapan pun dan dimana pun”, tuturnya.

Berhijab, bagi Chibi, tidak semestinya menjadi penghalang seorang Muslimah untuk berkarya dan member manfaat bagi banyak orang. Menurutnya, sangat penting bagi seseorang untuk memiliki dan memenuhi impian dan harapan, sebab siapapun mampu bertahan selama mereka memiliki impian dan harapan.

“Seperti tangga, hidup itu harus direncanakan. Semakin baik, semakin berkualitas. Karena hidup cuma sekali dan jadikanlah hidup itu luar biasa. Agar nanti ketika kita kembali kepada Allah dan ditanya, apa aja yang udah dilakukan dalam hidup, kita bisa menjawab ‘saya menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain’”,pungkasnya.