Journal of The Honeymooners: Let’s Play!

Wah, sudah hampir sebulan dari liburan saya ya. Sebetulnya kurang oke untuk sebuah catatan perjalanan, kalau bisa dibilang catatan perjalanan. Semoga tidak salah kalau saya mulai bercerita kembali. Ini adalah perjalanan bulan madu saya dan suami yang ke sekian. Tapi, alhamdulillah, syukur dan terima kasih pada Allah, menjadi one of the best.

Pada posting terakhir, saya bercerita tentang BNS. Sekarang, saya ingin menceritakan tentang wahana bermain yang lebih spektakuler dari BNS, Jatim Park. Dengan harga tiket yang murah (kalau nggak salah lagi ada promo 65.000 all in), kita bisa menikmati tiga wahana sekaligus, Museum Satwa, Jatim Park 2 dan Batu Secret Zoo. Udara kota Batu yang sejuk dan rangkaian pegunungan yang menghiasi pemandangan menambah semangat saya dan suami di hari kedua kunjungan kami ke Batu. It’s time to have fun!!

Saat sampai, saya cukup terkejut karena di hari kerja saja, kompleks Jatim Park begitu ramai oleh anak-anak dan keluarga. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ramainya pada akhir pekan atau hari libur sekolah. Phew…

Pertama adalah Museum Satwa. Konon semua binatang yang dimuseumkan adalah asli, alias binatang yang diawetkan. Jujur, awalnya saya kurang semangat melihat binatang diawetkan. Museum Satwa memang sangat cocok sebagai wahana edukasi. Anak-anak pra sekolah, sampai masa-masa awal sekolah (mungkin kelas 1-3) pasti akan sangat senang dibawa melihat Macan sungguhan yang tidak mengaum apalagi mengigit. Tapi, terus terang, saya dan suami merasa bosan. Mungkin kami terlalu tua untuk itu :D. Namun demikian, kebersihan dan pengelolaan Museum Satwa patut diacungi jempol. Two thumbs up!!

Keluar Museum Satwa, kami menuju Batu Secret Zoo. Saya dan suami mulai “turn on” lagi melihat ragam satwa, mulai dari yang standar ada di kebun binatang seperti monyet sampai spesies primata lain yang nyaris punah. Spesies yang, I don’t even know they exist! Mungkin saya yang kurang pintar, tapi saya baru tahu ada banyak jenis primata cantik, kecil, mungil, dan berekor panjang. Dan Maha Suci Allah, saya merasa haru melihat bagaimana sang Ibu (atau bapaknya mungkin…) menggendong anaknya. Ada sebagian yang meletakkan di punggung, ada yang di dada. Bahkan ada yang saya dapati sedang mengelus-elus kepala anaknya. Yang ini mungkin saya lebay, mungkin si Emak lagi mencari kutu anaknya, tapi dalam pandangan saya yang sedang mellow pemandangan itu tampak seperti ibu mengelus kepala anak. Apa jenis primatanya? Wallahu a’lam. 😀 Maaf, saya tidak (kepikiran untuk) mencatatnya.

Apa yang paling membuat saya terkesan dari Batu Secret Zoo? Es potong seharga Rp.10.000 untuk tiga tangkai. Hahahaha… Tapi bener deh, itu murah buanget. Rasanya enak lagi. Hihihi…

Koleksi binatang di Batu Secret Zoo, saya harus bilang, cukup lengkap. Sekali lagi saya harus beri dua jempol untuk kebersihan lingkungan, bahkan di tempat makan sekalipun. Entah apa pengelolanya yang sangat menjaga lingkungan atau memang pengunjungnya yang sadar kebersihan. Mungkin juga kombinasi keduanya. Ya kalau satu dua bungkus es krim atau permen tercecer pasti ada, tapi maksud saya dengan situasi yang penuh anak-anak seperti saat itu, tingkat kebersihannya luar biasa.

Batu Secret Zoo juga sangat informatif dan edukatif. Di setiap kandang binatang selalu ada informasi tentang asal usul, nama latin maupun nama panggilan :p binatang tersebut.  Ada juga beberapa papan permainan tebak-tebakan yang menarik. Misalnya ada kumpulan gambar mata binatang, lalu kita bisa menebak binatang apakah itu. Jawabannya ada di balik gambar tersebut. Tidak bisa juga diremehkan, karena saya dan suami saya lumayan banyak salah tebaknya. Hihihi…..

Oh iya, yang menarik juga ada kandang Flamingo. Eh bukan kandang sih, sebutlah wahana. Saya langsung nyuruh suami foto di situ, biar berasa di San Fransisco. Hihihi…

Saya nggak tahu apakah yang dimaksud dengan Jatim Park itu terdiri dari Museum Satwa, Batu Secret Zoo dan Amusement park atau Amusement Park-nya itu adalah si Jatim Park itu sendiri. Yang jelas, ada penghubung antara Batu Secret Zoo menuju amusement park. Jalan yang ditata sangat rapih dan menarik, dikelilingi nuansa Afrika di kiri kanan tempat beberapa jenis herbivora dilepas. Antara pengunjung dan wahana herbivora tersebut dibatasi kaca tenbus pandang. Seru!

Oh iya, area kompleks Jatim Park ini luas banget. Capek deh kalau jalan-jalannya mau “sok cantik” pake high heels. Sneaker is the best!! Saking luasnya, sampai disewakan kendaraan yang mungkin percampuran antara kendaraan golf dan motor. Hehe… Kebayang nggak?

Di Amusement Park, saya dan suami sebenarnya nggak main apa-apa. Penuh semua. Jadi, saya cuma menemani suami main lempar-lempar bola untuk dapat token. Suami saya membuatnya tampak begitu seru sampai-sampai banyak yang berhenti dan menonton di pinggir. Hihihi… Dan the best part is, waktu token suami saya berhadiah dua boneka unyu yang didedikasikan untuk saya. Asli, saya berasa anak ABG pacaran. xD Eh nggak segitunya juga sih, suami saya masih “ngitung”, jadi boneka yang saya mau menyisakan 5 token yang cuma dapet sticker nggak jelas menurut suami saya. Jadi , mau nggak mau saya nurut milih jenis boneka yang tidak menyisakan token sama sekali. Dapet deh satu gantungan kunci sapi, satu boneka kelinci.

Amusement park-nya sendiri sangat meriah. Cocok banget deh dibikin di Batu. Udaranya sejuk, pemandangannya indah, orangnya ramah-ramah. Ah, pokoknya asik…

Suami saya juga kebelet banget naik kuda. Sedangkan saya ogah banget naik kuda. Jadi saya menemukan semacam petting zoo dan saya main di sana. Nemunya juga nggak sengaja sih, secara saya nggak ngeh-an, gara-gara ngeliat ada ayam kate yang tampak sok tau berkeliaran di tengah keramaian. Rupanya dia baru saja melarikan diri dari kebun binatang mini yang isinya kuda poni, keledai kecil, aneka kelinci, marmut, ayam kate dan hamster.

Dan saya pun masuk ke dalam. Masuk ke kandang besar tempat aneka kelinci, marmut dan ayam kate bergaul dan bercengkrama. Hihihi… Saya menemukan kelinci besar tapi bercambang. Sepertinya campuran jenis Flemish dan Lion. Warnanya hitam, tingkahnya tengil. Waktu saya dekati untuk saya elus-elus, dia malah berusaha mengendus tangan saya penuh nafsu. Khas kelinci sih, tapi dia tampak begitu lapar dan tangan saya tampak menggugah seleranya. Dan waktu saya melangkah lebih jauh tiba-tiba ada yang nyeri sekaligus geli di kaki saya. Rupanya si hitam sedang asik makan ujung depan sepatu saya. Hahahahaha… Asli kocak banget… Kayak yang bisa aja makan sepatu.

Saat kami kira jalan keluar sudah dekat, rupanya kami salah. Rute perjalanan kami masih panjang, dan kami melewati “secret zoo” betulan. Jalan menuju pintu keluar sengaja dibuat melewati kandang aneka satwa. Di sanalah saya akhirnya melihat wujud asli Hyena. “Secret zoo” tersebut benar-benar mengejutkan. Saya sangat terkesan.

Gambar

Sebagai pasangan “muda” yang menikah di usia muda (ibu saya bahkan baru menikah di usia saya sekarang), menjalani lima tahun tentu tidak sedikit drama-nya. Siapa drama queen-nya? Saya dong :p Hehehe… Liburan yang “fun” dan tidak melulu romantis menye-menye saya rasakan begitu.. bagaimana nulisnya ya… relieving? Semacam melegakan? Ya, bermain bersama selalu menyenangkan dan menyisakan perasaan lega. Ada kedekatan yang tidak bisa dicapai oleh suasana romantis a la candle light dinner dan setangkai bunga mawar. Saya merasa muda. Amat muda. Sesaat saya melupakan urusan anak. Urusan ingin punya anak, tepatnya. Betapa saya bersyukur, diberi kesempatan bermain dan pacaran lagi ala anak ABG di saat teman-teman saya yang lain sibuk mengurus kedua balitanya.

Soundtracknya hari itu: “Indahnyaaaa bercinta saat muda…”-nya Nidji 😀

Insya Allah, apabila masanya untuk saya dan suami memiliki anak-anak yang lucu, kami sudah siap karena kami sudah puas “pacaran”, wara-wiri bulan madu kesana kemari 🙂

Sekarang, nikmati yang sekarang 😉 \(^,^)/

Journal of The Honeymooners: Batu Night Spectacular

 

 

Sepertinya bel istirahat baru saja berbunyi untuk saya dan suami. Karena malam hari setelah kami sampai di Batu, kami langsung bersiap-siap untuk menghabiskan malam di BNS alias Batu Night Spectacular. Hanya bermodal sedikit pengetahuan dari Asy-Syaikh Google, saya dan suami super excited bak anak sekolah yang berhamburan keluar main saat bel istirahat. 

BNS buka dari sekitar jam 4 sore sampai jam 11 malam. Dan kami datang sekitar waktu Isya. Kesan pertama saya tentang taman bermain ini adalah meriah, tidak se-spektakuler namanya karena satu dan lain hal, tapi yang jelas BNS adalah amusement park yang romantis. Cocok deh buat acara reality show semacam “Katakan Cinta” (jadul banget yak, ketauan umurnya :p), atau buat melamar pujaan hati. 

Di film-film kan suka ada tuh ya, pacaran di amusement park yang nggak terlalu ramai, latar waktunya malam hari dengan lampu warna warni dari wahana bermain. Nah itu BNS banget, menurut saya. Jadi deh, malam itu kami pacaran, nyaingin para ABG. 

Wahananya nggak canggih-canggih amat sih. Ada lampion garden, taman berhiaskan lampion dengan berbagai theme; ada rumah hantu,ada sepeda udara, ada wahana 4D, bumper car, apa lagi ya… Yang bisa saya ingat cuma itu sih 😀

Wahana 4D-nya, honestly kurang seru, karena kacamatanya sepertinya sudah tidak begitu ngaruh antara 3D dan tidak. Kedua, tidak ada petunjuk keselamatan dan cara penggunaan bangku yang walaupun goncangannya tidak sedahsyat di Dufan atau Trans Studio tapi tetap bisa membuat seorang anak terlonjak dari kursinya dan jatuh. 

Wahana berikutnya yang saya naiki bersama suami adalah Sepeda Udara. Asli! Ini mengerikan banget untuk saya. Karena rasanya setengah badan saya ada di udara. Oh iya, sepeda udara adalah wahana semacam monorail tapi bentuknya sepeda yang satu kereta bisa muat dua orang. Kalau mau dinikmatin sebenarnya romantis sih. Apalagi malam itu hujan turun rintik-rintik. Tapi, buat saya itu jadi semacam uji nyali. Sepanjang permainan, saya zikiran sambil mencengkram erat-erat lengan suami… Hihihihi….

Pas turun, melihat saya yang terrified, mas-mas petugasnya bergumam di belakang punggung saya, “kalah karo cah cilik…”. Hahahaha… xD Dikiranya saya nggak paham bahasa Jawa kali ya…

Si Sepeda udara itu, entah bagaimana membawa dampak yang luar biasa untuk saya. Karena merasa butuh banget sama suami saat di atas udara dan harap-harap cemas wahananya rusak, stuck atau keberatan jadi patah dan terjun bebas, ada perasaan sayang yang bertambah dalam diri saya. I can’t lose him for anything…

Lucu ya… 

Saya jadi kepikiran program outbound untuk pasutri. Memang dalam tiap tantangan ada latihan untuk memupuk dam menaruh kepercayaan pada pasangan. Walaupun saya belum pernah, tapi mungkin itu tujuannya. 😀

Bahkan wahana sesederhana Sepeda Udara saja bisa mengubah perasaan saya terhadap suami. Ibarat teori expectancy violations walaupun tidak tepat diterapkan dalam hal ini, ada valensi positif dari saya terhadap suami. 

Sisa malamnya kami habiskan untuk bermain bumper car, makan malam, dan belanja oleh-oleh. Untuk makan malam saya memilih menu Bakso Bakar. Dua tusuk sate bakso berkuah kacang yang enak dan murah dihidangkan dengan semangkok kuah. Pertanyaan norak saya ajukan pada si Mbak penjualnya, “Mbak ini makannya gimana? Apa duluan yang harus saya makan?”. Si Mbaknya juga tampaknya kaget dan bingung dengan pertanyaan saya. Setelah diam agak lama, kemudian dia menjawab singkat, “Mana aja boleh, Mbak”. Lalu ngeloyor pergi. Hihihi…

Karena masih bingung akhirnya saya mencoba bereksperimen dengan menguahi bakso bakar berbumbu kacang. Hmm… Rasanya enyak… :9 Really would love to have some more some other time…

Setelah makan malam, saya belanja oleh-oleh di Night Market. Harganya mengejutkan murahnya. Jadi saya beli beberapa pasang sandal untuk oleh-oleh dan menjelang pulang saya membeli jambu klutuk putih. Again, saya norak. “Emang ada ya Jambu Putih?”, tanya saya masih dengan excitement penuh kenorakan. Kalau Emo-nya di BB pasti *dancing*. Hihi…

Padahal jambu klutuk putih memang ada dari dulu, tapi karena permintaan jambu merah lebih banyak sejak dikenal sebagai pendongkrak trombosit, jambu putih jadi kalah pamornya. Rasanya, menurut saya lebih segar walaupun tidak selegit jambu merah. Namanya juga jambu, manisnya juga manis-manis jambu. 

And then, we headed to the hotel. Istirahat, bersiap untuk petualangan selanjutnya esok hari. It was a lovely night, alhamdulillah ^__^

Gambar

 

Journal of The Honeymooners: The Hotel

Gambar

Kampung Lumbung. Nama yang menarik. Mengingatkan saya pada Kampung Sampireun, the best place for the honeymooners. Dari foto-foto di agoda dan website-nya, juga review orang-orang yang pernah menginap di sini, sepertinya hotel ini menarik dan harganya pun tidak menguras kantong.

Jalan masuknya memang agak kecil, tempatnya pun nyempil dan nyelip di pemukiman penduduk, tapi, sepertinya tempatnya menjanjikan. 

207 adalah kamar kami, terletak di lantai dua. Untuk sampai ke bangunan hotel, kami melewati jalan setapak. Agak licin untuk sepatu Cr*cs saya. Lumut mulai tumbuh di sela-sela jalan setapak yang bergerigi. Mungkin pengaruh hujan yang turun setiap hari. Saya dengar hujan sedang rajin mengunjungi Malang. 

Kampung Lumbung berlokasi di Batu, sebuah kota wisata yang sejuk, bersih dan rapih. Walaupun berbeda kotamadya, tapi jaraknya hanya sekitar setengah jam dari kota Malang. Mungkin seperti Pejaten ke Margonda kalau tidak macet. Oleh karena Kampung Lumbung terletak di Batu yang masih agak bawah, hawanya tidak sedingin Batu bagian atas. Cukup sejuklah untuk orang Jakarta macam saya dan suami yang sehari-hari terperangkap panas, debu dan polusi. 

Kamarnya sendiri cukup nyaman, dengan disain unik menggunakan dominasi kayu. Khas resort. Walaupun belum ada yang mengalahkan Kampung Sampireun, tapi ini lebih dari cukup. Nyaman, bersih dan harum. Malah dalam beberapa hal, kamarnya jauh lebih nyaman dari Kampung Sampireun. Kamar mandi, misalnya. Kamar mandi di Kampung Sampireun daknya terbuka, sehingga dinginnya udara Garut terasa menusuk kalau harus mandi malam-malam (namanya juga bulan madu)… Petugas Kampung Lumbung pun ramah, penuh senyum dan sangat helpful.

Untuk bulan madu, saya rasa cocoklah. 

Memang kualitas gambar di TV-nya tidak terlalu bisa diharapkan. Lima hari kami di sana hanya menonton TV O*e yang buram. Maklum hanya pakai antena dalam, tapi untuk saya sih no problemo. Toh tujuan saya untuk merelaksasi ketegangan urat syaraf dan memadu kasih *ehm* sebagai perayaan lima tahun pernikahan dengan suami, bukan nonton TV. 😀

Saat tidur siang pertama saya menjelang pulas, belum lagi masuk ke deep sleep, saya dibangunkan oleh ketukan di pintu. Aha! Snack sore datang! Snack sore? Wow! This’s more than my expectation. Atau sepasang tahu goreng tepung ini adalah welcome snack? Yang manapun, saya tetap excited 😀 Hehehe… Hawa dingin membuat perut “sensitif”, gampang keroncongan.

Karena sudah tidak bisa tidur, saya memutuskan untuk menyeduh secangkir teh hangat dan duduk di bangku kayu di luar kamar. Semacam meja kayu segi empat dengan empat bangku tinggi yang semuanya terbuat dari kayu. Beruntung dari empat kamar yang sederet dengan kamar saya, hanya saya dan suami penghuninya. Mungkin karena weekdays. Jadi saya leluasa membawa buku catatan, dan secangkir teh. Membuka ruang untuk inspirasi. 

Heaven!

Saya disuguhi pemandangan surgawi! Walaupun surga pasti jauh lebih indah daripada ini. Sungguh segala puja dan puji untuk-Nya, gunung Kawi (konon namanya gunung Kawi), salah satu gunung yang “mengepung” Malang, membentang di cakrawala. Ah, saya ini tipe wisatawan gunung. Alasannya sederhana, kalau sehari-hari sudah kepanasan, untuk apa mencari tempat wisata yang harus bermandi matahari lagi?Selain itu saya menyukai kesunyian. Sunyi adalah saat yang baik untuk kontemplasi. Dan pemandangan ini… Gunung dan perbukitan yang sebagiannya tertutup awan, nuansa hijau perkebunan, entah kebun apa (mungkin kubis), kota Malang yang tampak seperti liliput, menara Masjid, taman hotel dan kolam renangnya, burung-burung kecil yang ribut berlomba-lomba menyiduk air dari kolam dan suara… Oh Ya Tuhanku… Suara jangkrik!! Saya suka suara jangkrik! Ini bukan malam, belum malam, dan jejangkrik sudah berderik memainkan ensambel merdu, menjalani sunnatullah-nya.

Tuhan, itukah ibadah mereka kepada-Mu?

Alam ini begitu indah, Ya Rahmaan… begitu syahdu, begitu taat pada-Mu. Dan Engkau beri hamba kesempatan untuk menyaksikan mereka memuja-Mu, hanya dengan membuka mata dan menajamkan telinga…

Alhamdu lillah ‘ala kulli hal :’)

Alhamdu lillah Rabbil ‘alamiin…

Journal of The Honeymooners: Prelude

Journal of The Honeymooners: Prelude

Banyak pasangan berpikir “Bali” saat merencanakan bulan madu. Saya tidak pernah ingin bulan madu ke sana, kecuali mungkin ke Lovina, melihat Lumba-lumba. Rasanya terlalu ramai dengan manusia. Jadi saat menikah lima tahun yang lalu, saya memilih Garut. Tidak berapa jauh dari Jakarta, pemandangannya luar biasa indah, dan yang pasti saya bisa mendengar azan lima kali sehari di sana.

Kali ini adalah destinasi pilihan suami, Bromo, Malang dan Batu. Dan setelahnya saya semakin penasaran, dan semakin yakin, terlalu banyak tempat-tempat indah di Indonesia selain Bali yang bisa dieksplorasi 😉 (Dan konon kabarnya, Lumba-lumba juga ada di Pulau Sempu, Malang Selatan…. Ah….)

Dibandingkan dengan “bulan madu” kami yang lain, Bandung, Puncak, Cirebon, Jogja, Umrah; bulan madu kali ini terbilang paling melelahkan. Dan walaupun tidak bisa mengalahkan bahagianya saat Umrah, tapi kelelahan ini terbayar sangat manis.

Perasaan saat mengalahkan diri sendiri dan terus mengatakan “saya bisa” saat menapaki jalanan mendaki yang membuat dada saya sesak mendadak, lalu mendapatkan pemandangan nan istimewa itu tidak bernilai. Sungguh tidak bernilai.

Dan di atas segalanya, perjalanan ini adalah sebuah catatan untuk diri saya sendiri… Di atas Bromo saya melihat jalanan, pedesaan, manusia, kehidupan, peradaban… Berjalan begitu indahnya bersama alam semesta. Alam semesta yang sudah diciptakan-Nya untuk memenuhi kebutuhan peradaban. Adakah campur tangan saya di dalamnya? Tidak….

Tanah yang saya pijak, savannah indah yang rumputnya begitu wangi tertiup angin, gunung-gunung yang berdiri kokoh, sembulan Mahameru yang tampak di kejauhan, milik siapa ini semua?

Lillahi maa fissamawati wa maa fil ardh…

Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang bumi…