Kutinggalkan di Suatu Pagi

Kukira aku sudah meninggalkanmu di suatu pagi

Nyatanya, kamu masih hilir mudik di sini

Apa yang hendak kamu katakan?

Aku-kah yang menghadirkanmu pagi ini, malam tadi, dan sore kemarin?

Aku sudah menghembuskan ta’awudz panjang-panjang

Tak jua kamu beranjak pulang

Aku sudah merapalkan istighfar berulangkali

Dan tetap saja aku melihatmu berdiri. Sendiri.

Bulu kudukku meremang, ngeri, setiap kali

Bak melihat kuntilanak berwajah pucat pasi

Kukira aku sudah meninggalkanmu di suatu pagi

Namun nyatanya kamu masih saja hilir mudik tak karuan

Mengatakan untuk berhenti memanggil-manggil nama-mu…

Tapi kamu, kamu yang membawa mimpi-mimpiku pergi.

Maka bagaimanakah aku akan melepaskan,

aku tersesat melayang-layang

sebab peta hidupku kau bawa pulang…

 

 

 

Kerudung: Seni Berpakaian a La Islam

Menjadi perempuan itu ada seninya 🙂

Bahkan dalam berbusana yang so called bagian dari tiga kebutuhan primer: sandang,pangan,papan. Kadangkala bagi perempuan kebutuhan sandang adalah kebutuhan utama, di atas kebutuhan pangan. Bahkan seorang perempuan rela untuk tidak memenuhi kebutuhan pangannya demi sandang yang enak dipandang. Setidaknya saya pernah melakukan itu.

Saya rela diet ketat dan olahraga gila-gila-an demi kebaya cantik di hari pernikahan saya, demi baju-baju cantik yang ukurannya sangat bias gender -mengapa baju perempuan harus di-setting kecil-kecil-, demi terlihat bagus dengan celana pensil -yang akhirnya saya tinggalkan karena tidak syar’i-, dan demi-demi lainnya yang semuanya bermuara pada satu hal: kebutuhan akan sandang yang enak dipandang 🙂

Walaupun tubuh saya pendek dan gemuk, tapi sebenarnya saya tidak pernah merasa benar-benar kesulitan mencari pakaian yang pas di badan.  Adakalanya saya kesal karena baju-baju korea yang lucu-lucu itu tidak ber-size dan tidak cukup indah bagi tubuh saya; namun manakala saya bertandang ke butik big size, pelayannya tersenyum pahit seraya memandang saya dan berkata pelan, “di sini baju untuk orang besar-besar banget,mbak”. Saya sedikit terhibur, terus terang saja. Artinya saya kan tidak ‘besar-besar banget’ gitu…

Permasalahan saya sejak remaja adalah bentuk tubuh saya seperti buah Apel, besar pada bagian atas. Ini adalah warisan turun temurun, dari eyang saya yang masih turunan India, Ibu saya, semua tante-tante saya, sepupu-sepupu saya, dan akhirnya saya.

Jadi, permasalahan klasik bagi saya dan sebagian besar perempuan di keluarga saya adalah: Pas di badan, tapi ketat di dada, bahkan kadang saya harus ‘menambalnya’ dengan peniti. Pas di dada, tapi longgar di badan.

Tapi, sudah saya katakan, bahwa saya tidak benar-benar bermasalah dengan pakaian. Tidak seperti perempuan lain yang ‘rese’, dan semuanya serba salah walaupun tubuhnya sudah demikian indah menjulang. Saya mensyukuri tiap jengkal tubuh saya, kecuali kelebihan lemak yang saya harap ada diskon tambahan. Hehe…

Solusinya bagi saya mudah: “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…”, sebagaimana termaktub dalam surah An-Nur ayat 31 yang keseluruhannya memiliki terjemahan sebagai berikut,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…”

Para Liberalis, feminis muslim, dan mereka-mereka yang sinis terhadap Syariat melontarkan perdebatan tentang tafsir surat ini. Intinya adalah, hijab atau kerudung itu tidak wajib bagi muslimah. Beberapa yang menganut paham modis abis mengatakan kerudung tidak wajib menutup dada. Whatever…

Saya sudah merasakan manfaatnya mengulurkan kerudung sampai ke dada. Pertama, saya tidak perlu khawatir kerah baju saya terlalu turun jika saya memakai pakaian berpotongan dada rendah -toh tertutup oleh kerudung-. Kedua, mengulurkan kerudung ke depan dada memupus hampir semua permasalahan per-sandang-an saya -lagi-lagi tertutupi oleh kerudung-. Ketiga, yang paling penting, saya insya Allah dan alhamdulillah jauh dari pelecehan karena kerudung mengalihkan pandangan orang lain dari apa yang tidak seharusnya diperlihatkan.

Inilah menurut saya, seni menjadi perempuan muslim. Allah memberikan solusi berupa kerudung, agar kita tidak dipusingkan dengan segala rupa pakaian yang dengannya kita bisa bersyukur atas setiap jengkal tubuh kita, bagaimanapun bentuknya: apakah apel, ataukah pear, apakah lurus seperti penggaris, atau yang berlekuk seperti gitar spanyol, atau yang seperti perkusi (?!).

Apapun itu, kerudung menutupi kekurangan dan kelebihan.

Di atas segalanya, sekali lagi, dan lagi, “Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya”.

Wallahu a’lam :))