‘Teori dan Ilmu Komunikasi’

Pentingnya Teori Komunikasi
Teori Komunikasi mengacu pada pengetahuan bersama yang terdapat pada teori-teori yang berhubungan dengan proses komunikasi. Dengan mempelajarinya, seseorang akan mampu untuk melihat dari paradigma yang berbeda, serta memiliki pemahaman dan pemikiran yang lebih luas karena teori merupakan sarana seseorang menemukan hal-hal baru.

Ketertarikan yang besar dalam bidang komunikasi dimulai setelah Perang Dunia I. Terdorong oleh kondisi politik kala itu, propaganda dan persuasi sebagai salah satu bidang komunikasi banyak dipelajari. Bidang komunikasi semakin berkembang seiring dengan perkembangan bidang yang lain, seperti pendidikan dimana komunikasi dipelajari salah satunya untuk diskusi kelompok; juga ekonomi dimana komunikasi dipelajari dalam kaitannya dengan pemasaran. Setelah Perang Dunia II, tepatnya setelah ilmu sosial disahkan sebagai disiplin ilmu, kajian komunikasi semakin berkembang menjadi kajian yang cukup penting.

Kajian komunikasi, dalam perkembangannya, dibangun atas perspektif yang berbeda antara Amerika Serikat dan Eropa. Studi di Amerika Serikat mengedepankan nilai-nilai kuantitatif untuk mencapai hasil objektif. Sementara di Eropa, yang banyak dipengaruhi ajaran Marxis, cenderung menggunakan Teori-teori kritis.
Selain perbedaan perspektif antara studi komunikasi di Amerika dan Eropa, perbedaan cara pandang terhadap ilmu komunikasi juga muncul antara perspektif barat dan timur. Perspektif barat (dalam hal ini mencakup Eropa dan Amerika) cenderung individualis, memilih mengkaji bagian-bagian dari sebuah proses ketimbang melihatnya sebagai sebuah kesatuan yang utuh, dan memandang hubungan terbatas pada hubungan antar individu. Kontradiktif dengan barat, perspektif timur (wilayah Asia) cenderung mengedepankan nilai spiritual dan melibatkan emosi, memandang sebuah proses sebagai satu kesatuan utuh dan memaknai hubungan sebagai hubungan antara status dan peran dalam masyarakat.

Perbedaan-perbedaan di atas hendaknya menambah referensi yang dapat digunakan untuk memberikan definisi terhadap ilmu komunikasi. Komunikasi merupakan kata yang seringkali digunakan dalam keseharian sehingga sulit untuk memberikan definisi ilmiahnya.

Frank Dance mencoba memberikan tiga konseptual yang membentuk dimensi dasar definisi komunikasi, yaitu tingkat pengamatan, tujuan, dan penilaian normatif. Littlejohn dalam bukunya memuat tabel yang berisi sembilan perilaku yang dapat didefinisikan sebagai komunikasi. Tabel tersebut merupakan proses antara sender atau pengirim pesan dan penerima pesan. Tabel tersebut juga dibuat bedasarkan tingkat kesengajaan/tujuan dari pengirim dan tingkat penerimaan dari penerima.

Proses Penelitian Komunikasi
Terdapat tiga tahap dalam penelitian sebuah ilmu. Pertama adalah mengajukan pertanyaan. Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan akan mendorong seorang peneliti untuk mencari jawabannya yang mana merupakan inti dari penelitian itu sendiri. Kedua adalah Observasi. Dalam Observasi ini seorang peneliti menggunakan berbagai metode untuk mengumpulkan data. Ketiga, menyusun jawaban dari pertanyaan yang dikemukakan di awal berdasarkan hasil Observasi. Metode penelitian sendiri dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk keilmuan: Pengetahuan Ilmiah, Pengetahuan Humanis, dan Ilmu Sosial.

Komunikasi merupakan bagian dari ilmu sosial yang berada antara Pengetahuan Ilmiah dan Pengetahuan Humanis. Pengetahuan Ilmiah mengedepankan objektivitas dan pengukuran sebagaimana ilmu-ilmu alam. Sedangkan Pengetahuan Humanis bicara pada tataran yang lebih manusiawi. Komunikasi dituntut untuk menyajikan data sesuai dengan fakta yang objektif, sebagaimana Pengetahuan Ilmiah; akan tetapi tidak boleh mengesampingkan objek penelitian ilmu komunikasi, yaitu manusia; sebagaimana Pengetahuan Humanis.

Membagi Teori Komunikasi
Pada buku Littlejohn edisi ke-6, komunikasi dibagi berdasarkan jenisnya:
– Teori struktural-fungsional. Teori ini menggunakan sudut pandang teori sistem yang memandang komunikasi sebuah sistem yang memiliki ’jaringan’ untuk menggambarkan hubungan antar bagian dalam proses komunikasi. Beberapa karakter teori Struktural-Fungsional yaitu, pertama mengedepankan stabilitas dari waktu ke waktu; kedua, sebuah tindakan dipandang sebagai suatu ketidaksengajaan daripada sebuah tindakan yang memiliki maksud; ketiga, percaya kepada realitas independen melalui serangkaian pengukuran empiris; keempat, pemisahan antara simbol dan bahasa dengan objek itu sendiri atau disebut dengan dualisme, terakhir adalah penggunaan hubungan korespondensi antara simbol atau bahasa dengan fakta di dunia nyata.
– Teori Kognitif-Behavioral. Teori ini berangkat dari ilmu psikologi behavioral yang menyatakan bahwa perilaku manusia sebagai hasil dari proses stimulus-respon. Teori ini menambahkan pengolahan pesan sebagai proses di antara stimulus dan respon tersebut.
– Teori Interaksionis. Teori ini memandang kehidupan sebagai sebuah interaksi dimana komunikasi adalah sarana untuk mempelajari hal-hal dalam hidup itu sendiri. Komunikasi dipandang sebagai perekat dalam masyarakat.
– Teori Interpretif. Teori interpretif berusaha menemukan makna pada tindakan dan bacaan. Fokusnya adalah pada bahasa yang digunakan untuk memahami kejadian yang dialami individu.
– Teori Kritis. Teori Kritis banyak dipengaruhi oleh ajaran Marx. Teori ini bukan saja berusaha mengobservasi akan tetapi juga mengkritisi, terutama konflik kepentingan yang ada dalam masyarakat serta pengaruh komunikasi terhadap dominasi kekuasaan.
Pembagian ini kemudian digantikan oleh uraian Craig pada buku edisi ke-7 yang membagi tradisi dalam komunikasi sebagai berikut:
Tradisi Retorika memandang komunikasi sebagai seni praktis. Komunikasi membangun strategi, dan pendekatan umum untuk menggerakkan audiens dengan menggunakan daya tarik logika dan emosional.
Tradisi Semiotika berpusat pada lambang-lambang dan simbol-simbol. Tradisi ini memandang komunikasi sebagai jembatan antara dunia pribadi seorang individu dimana lambang-lambang memperoleh makna yang dapat atau tidak dapat dibagi.
Tradisi Fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi dan komunikasi dipandang sebagai pengalaman pribadi yang dibagi melalui dialog.
Tradisi Cybernetika berkonsentrasi pada proses transmisi informasi dan permasalahan seputar cybernetika biasanya adalah tentang gangguan dalam komunikasi dan kegagalan komunikasi.
Tradisi SosioPsikologis berfokus pada kajian komunikasi mengenai ekspresi, interaksi dan pengaruh.
Tradisi Sosiokultural memusatkan pandangan pada pranata sosial dan memandang komunikasi sebagai pengerat dalam pranata sosial.
Tradisi Kritis cenderung memandang komunikasi sebagai pengaturan kekuasaan dan tekanan penguasa secara sosial. Teori ini muncul sebagai hasil dari permasalahan seputar ideologi, kekuasaan dan dominasi penguasa.

Sedangkan berdasarkan tingkatannya komunikasi dibedakan atas: komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Tingkatan di sini bergantung kepada jumlah orang yang terlibat di dalamnya serta konteks komunikasi itu sendiri.

Selain berdasarkan jenis dan tingkatan, terdapat elemen-elemen penyusun inti teori komunikasi, yaitu pengembangan pesan, pemaknaan dan penciptaan pesan, struktur pesan, dinamika interaksi, serta dinamika institusi dan masyarakat.

Membangun Inti Teori Komunikasi
Teori inti penting karena dapat membantu kita memahami komunikasi secara umum. Teori inti digambarkan sebagai berikut ini:

Pertama, teori inti megajarkan kita tentang pengembangan pesan. Kedua, teori inti berhubungan dengan pemaknaan dan penciptaan makna. Ketiga, teori inti mendiskusikan struktur pesan, yang termasuk di dalamnya unsur pesan dalam tulisan, pembicaraan, dan bentuk komunikasi non verbal. Keempat berhubungan dengan dinamika interaksi. Ini termasuk hubungan dan ketergantungan antara komunikator dan penciptaan dialog dan penciptaan makna.

Terakhir, teori inti membantu kita memahami dinamika institusi dan kemasyarakatan atau bagaimana kekuasaan dan sumber daya didistribusikan dalam masyarakat, bagaimana budaya diproduksi, dan interaksi antar segmen dalam masyarakat.

Another Minute Has Gone By,,,

Rasanya banyak sekali list ‘to-do things’ yang aku buat. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Tapi weekend memang selalu menjadi apologi untuk tidak melakukan banyak hal. Tidak bangun pagi, tidak mandi pagi, dan tidak-tidak lainnya. Lupakan sejenak ‘my to-do things’, baiknyalah aku ‘do my things’.
Jalan pagi sesuka hati, pulang ga perlu mandi pagi, baca-baca koran dan tidur-tiduran,,,

what a life!!

Tugas?! yahh,,, semua bisa menanti, menanti mood-ku berganti.

Hari pun beranjak siang, badan belum juga tersiram air. Kebiasaan akhir pekan yang sudah mendapat makmum: my seven years old sister. Yang kalau ditanya dan disuruh-suruh mandi oleh Papa dan Mama pasti akan mengarahkan telunjuknya kepadaku. “Kakak juga enggak…”

well… anyway,

siang sudah berganti sore, matahari bahkan sudah beranjak kembali ke peraduannya. Tinggallah aku sendiri, akhirnya sudah mandi, dan merenungi hari ini. Mengapa cepat sekali waktu berlalu? Apa saja yang sudah kulakukan hari ini? Apakah dengan tidur-tiduran aku mengubah dunia? Mulailah aku menyesali dan mengutukki diri sendiri….

Dunia akan terus berputar, waktu terus melaju… Orang-orang pintar berlalu dengan ilmu. Dan aku masih belajar menggunakan waktu.

Benarlah bahwa keberkahan akan waktu merupakan rizki sendiri dalam kehidupan. Aku lihat ibuku, 24 jam miliknya selalu terpakai dengan optimal. Atau seorang perempuan benama Mbak Ina, penjual peyek keliling berkaki satu. Rumahnya jauh di Bogor, menghidupi banyak anak seorang diri. Berjualan peyek, kerupuk, sendal, dan apapun asalkan halal. Perempuan mengagumkan yang bahkan menolak diberi zakat saat Ramadhan karena tidak merasa papa. 24 jam milik Mbak Ina, apakah sama dengan 24 jam milikku? Mungkin 24 jam milikku hanya satu jam baginya, bagi ibuku, bagimu, dan bagi mereka yang memanfaatkan waktunya dengan baik.

Benarlah saat sebuah hadits Qudsi menyebutkan tentang waktu:
“Pada setiap fajar ada dua malaikat yang berseru-seru: “Wahai anak Adam aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya. Karena aku tidak kembali lagi sehingga hari pengadilan”.

(H.R. Turmudzi).

dan tentunya sungguh Maha Benarlah Allah dan firman-Nya dalam Al-Quran:
Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat-menasehati dalam menatapi kebenaran dan nasehat-menasehati dalam menetapi kesabaran

[Q.S. AI Ashr: (103): 1-3].

p.s. Ya Allah, karuniakanlah kepada kami keberkahan waktu, sehingga kami menjadi sebaik-baik manusia sebagaimana Rasulullah bersabda, yang paling banyak manfaatnya bagi sesama. amiin…