Pernahkah teman-teman mendengar istilah Kosher?
Bagi teman-teman yang pernah atau mungkin sedang berada di negara barat istilah Kosher mungkin tidak asing lagi. Kosher adalah makanan “halal” versi Yahudi. Bahkan di beberapa film yang pernah saya tonton pun kata Kosher diterjemahkan suka-suka dengan “Halal”, walaupun keduanya mungkin memiliki terms and condition yang berbeda.
Memang secara umum Kosher adalah produk “Halal” versi Yahudi. Istilah Kosher sendiri berakar dari huruf-huruf dalam bahasa Ibrani yaitu Kaf-Shin-Reish yang mengacu pada produk makanan yang sesuai dengan aturan dalam hukum Yahudi. Aturan-aturan tersebut selain mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, juga mengatur bagaimana proses penyembelihannya.
Sepintas, ada banyak kesamaan antara makanan Kosher dan makanan Halal. Akan tetapi tidak semua makanan Kosher halal bagi ummat Islam; pun demikian halnya dengan makanan Halal ummat Islam tidak semuanya dapat digolongkan ke dalam makanan Kosher.
Kesamaan antara “Kosher” dan “Halal” dapat dilihat dalam beberapa hal. Daging babi, misalnya, adalah bukan makanan “Halal” dan bukan pula makanan “Kosher”. Begitu juga dengan hewan amphibi dan darah, tidak termasuk keduanya.
Kesamaan lain adalah dalam tata cara penyembelihan. Baik “Kosher” maupun “Halal” sama-sama mensyaratkan daging dari hewan yang dihalalkan disembelih dengan pisau yang tidak bercampur dengan penyembelihan hewan yang tidak dibolehkan. Hewan sembelihan juga harus disembelih tepat di urat nadinya serta darahnya harus dialirkan. Selain itu, kedua aturan, baik “Halal” dan “Kosher” mensyaratkan penjagalnya adalah orang berakal yang memahami tata cara penyembelihan dari masing-masing agama.
Perbedaan terletak pada saat menyembelih. Untuk dikatakan “Halal”, daging sembelihan harus disebutkan nama Allah saat melakukan penyembelihan. Walaupun, konon kabarnya, daging Kosher pun “didoakan” sebelum disembelih. Perbedaan lainnya adalah dalam Islam semua binatang laut, bahkan bangkainya pun “Halal”. Hal ini tidak berlaku dalam aturan makanan Kosher, binatang yang bercangkang seperti udang atau kepiting tidak termasuk dalam makanan Kosher. Wine dan minuman beralkohol lainnya strictly forbidden dalam Islam; akan tetapi tidak demikian halnya dengan makanan Kosher. Wine yang diproses dalam aturan Yahudi bisa dikategorikan Kosher.
Now the big question is:
Bagaimana hukum mengkonsumsi makanan Kosher?
Awalnya, saya serta merta berpikir tentu Haram, sebab daging Kosher tidak menyertakan nama Allah dalam penyembelihannya. Akan tetapi, saya keliru.
Walaupun ulama berbeda pendapat dalam hal ini, akan tetapi banyak dari ulama besar meng-halal-kan konsumsi daging Kosher. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an dalam surah Al-Maidah ayat 5, “…Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu dan makananmu halal bagi mereka.” (QS. Al Maidah : 5). Bahkan walaupun kita tidak mengetahui atau menyaksikan apakah dalam proses penyembelihan itu disebutkan nama Allah atau tidak, sejumlah ulama membolehkan konsumsi dagingnya.
Namun demikian, apabila ada dua selisih pendapat yang terkait dengan “Halal” dan “Haram” (yang bisa berdampak luas atas jasmani dan ruhani kita) maka lebih aman untuk mengambil pendapat yang menyelamatkan diri kita di hadapan Allah, terlebih lagi di sejumlah negara-negara barat ataupun negara mayoritas non-Muslim lainnya sudah mulai tumbuh restoran atau toko-toko daging yang menyediakan daging Halal (baik substansi maupun cara pemotongannya).
Wallahu A’lam 🙂
Untuk lebih jauh tentang hukum Halal-Haram-nya daging sembelihan ahli kitab bisa dilhat di:
http://www.isaiowa.org/content/Halal-Information/Halal-Education/Why-Kosher-is-not-Halal.aspx
http://asysyariah.com/hukum-daging-impor.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Comparison_of_Islamic_and_Jewish_dietary_laws
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/halalkah-daging-di-negara-non-muslim.htm#.URnsE6XZaJU