Menghitung Mundur

What happened in 2018:
Umrah and learned my lessons :’)
Banyak pelajaran banget dari umrah kemarin. Sembilan hari yang paling indah sepanjang tahun ini rasanya. MasyaAllah…
Allah mengganti apa yg saya tinggalkan dengan sesuatu yang saya nggak sangka. Allah kasih ke saya lingkungan yang saya nggak sangka bisa berada di dalamnya, Allah sertakan pula guru-guru yang mendampingi, dan sahabat-sahabat baru yang berjalan di jalan yang sama. Saya, remah-remah ayam kremes… Kadang merasa nggak layak, nggak pantes. Kadang juga mengeluh: ‘gini amat ya Allah… Apakah hamba salah pilih, atau salah mengambil putusan?’. Tapi… Kata temen saya, itu Allah yg pilihkan buat saya. Susah, ya jalanin. Nggak mungkin Allah menyia-nyiakan kita.
Untuk pertama kalinya seumur hidup dan seumur nikah, saya hampir lupa tanggal ulang tahun dan beneran lupa tanggal anniversary pernikahan. Hahahaha. Kalau nggak diucapin orang tua, saya lupa. Entahlah apakah pertanda uzur, atau memang saya sudah sampai ke fase nggak mikirin 😁.
Di penghujung tahun 2018, saya memulai rutinitas tertentu yang mempertemukan saya dengan sahabat baru (baru deket maksudnya, kenalnya udh lama). Alhamdulillah. Belajar banyak sekali hal dari sahabat saya ini dan suaminya. :’)
Yang hilang di penghujung 2017, diganti Allah dua kali tahun ini. Kalau ditotal2 harganya, sama dengan si samsung S7 edge yg hilang itu.
Tahun 2018, adalah tahun dimana saya melihat semakin banyak orang ‘hijrah’. Mahasiswa2 saya sih, di antara orang2 yang paling saya inginkan untuk berhijrah, plus paling membahagiakan melihatnya … :’)
Lalu, saya pun melihat mahasiswa2 saya lulus, dan bekerja. Mereka yang saya kenal dr piyik, anak kelas 4 SMA, kenyang saya omelin hampir tiga semester… Sekarang saya bahagia sekali mendengar cerita pengalaman kerja pertama mereka dengan mata berbinar… I’m happy for them. Saya berharap ilmu yang saya bagikan (which was not mine. Ilmu dan kebenaran milik Allah saja) bisa memberatkan timbangan amal saya yg mungkin ngga seberapa di hadapan Allah. God, i love them so much. :’)
Tahun 2018 ditutup dengan banyak bencana melanda Indonesia. Alhamdulillah, artinya ada kesempatan beramal shalih. Saingannya banyak, cuy. Selain itu, dan sebenarnya yg paling utama, Allah berkali-kali mengingatkan agar saya tunduk kepada-Nya. Karena siapalah saya di hadapan semesta yang tunduk pada titah Penciptanya… Siapalah saya di hadapan Allah yang menghamparkan bumi dan menegakkan langit… Siapa saya untuk mendongakkan kepala, membusungkan dada?
Harapan saya di tahun yang akan datang:
Standar sih. Apa yang saya harapkan sama seperti kebanyakan orang. Yang non personal mungkin, saya berharap Indonesia dipimpin oleh pemimpin yg baik. Ummat Islam membuka hati terhadap perbedaan di antara mereka dan saling mematahkan pedang, bukan malah menajamkannya.
Saya nggak suka selalu berusaha memahami banyak sisi. Capek tauk! Saya tahu hati saya sudah memilih. Hati mana bisa berdusta. Tapi, jujur, saya takut ditinggalkan sahabat-sahabat saya yang berbeda cara pandangnya tentang dakwah…
Saya jatuh cinta pada agama saya, pada tingginya kedudukan ilmu di dalamnya. Saya jatuh cinta pada Qala Allah wa qala rasul. “Se-sederhana” itu untuk memahami agama, dan “se-sulit” saya mengingkarinya meski saya ingin, karena “jalan lain” tampak lebih mudah…
Dan jika itu membuat saya tidak bisa menambatkan hati pada yang lain, saya mohon maaf.
Namun demikian, saya berusaha menghormati hal-hal yang berbeda dengan apa yang saya yakini. Kita berada dalam tauhid dan cita-cita yang sama. Semoga Allah menyampaikan kita semua pada apa yang menjadi cita-cita luhur…dan kelak mengumpulkan kita di telaga Rasulullah saw sebagai satu ummat.
:’)

Semua pencapaian (if any) yg baik, adalah karunia Allah saja. Hal-hal buruk yg terjadi dalam hidup sy di 2018, murni karena kelalaian saya sendiri.

Wallahu ta’ala a’lam.