Catatan Seorang Adik

Minggu lalu, di sekolah, aku takjub sekali. Denis, teman sekelasku tiba-tiba mengenakan kerudung. Ia tampak manis dan anggun sekali.

Aku teringat Kakakku yang sering mengingatkanku untuk berkerudung, jika aku akil baligh nanti. Aku sering bertanya, “apa itu akil baligh?” Dan kemudian Kakak menjelaskan kepadaku panjang lebar apa itu akil baligh dan mengapa aku harus menutup aurat.

Jujur, inginnya sih aku sekarang seperti anak-anak lain di televisi. Punya baju tank top dan boleh pake rok mini. Tapi pasti kakak akan melotot dan tambah cerewet.

Kata kakak, sekarang aku latihan dulu pake baju panjang dan sopan. Sekalian menutupi tubuh mungilku.

Aku juga ingin berjilbab seperti Denis dan seperti kakak. Karena berjilbab, menutup aurat, berarti menjaga dan melindungi diriku sendiri. Menutup aurat juga melindungi kulitku dari terpaan sinar matahari yang panas.

Memang sih, kata Denis, berkerudung itu gerah awalnya. Tapi hanya awal-awalnya aja, setelah itu kita akan terbiasa, katanya. Lagipula, kata bu Diana, guru agamaku panas di dunia itu tidak boleh dikeluhkan; karena neraka lebih panas.

Tapi, boleh tidak ya aku berkerudung sama Papa-Mama?

Hari Minggu kemarin, saat aku akan pergi makan bersama keluarga, kakak bertanya padaku, “Dek, mau pake kerudung, nggak?”

Aku mengangguk-angguk. Akhirnya kakak mengambilkan kerudung kecil yang hanya kupakai kalau aku TPA. Warnanya Pink, warna kesukaanku. Serasi juga sama baju panjang dan celana Winnie The Pooh merah jambu.

Aku dengan gembira memamerkannya pada Papa dan Mama. Berharap mereka senang dengan penampilanku.

Tapi, aku sedih sekali saat mereka malah marah dan mengatakan bahwa anak-anak berjilbab seperti anak kampung. Aku lebih sedih lagi karena kakak yang dimarahi habis-habisan.

Kata Mama, “kasihan, nanti rambutnya rontok”

Kata Papa, “nanti saja kalau akil baligh-lah. kalau dari kecil kaya anak kampung aja”

Aku dengar kakak bersuara, “kasihan terus… Sampai kapan mau dikasihani? Waktu mau dibangunin sholat shubuh, katanya kasihan. Terlalu pagi, nanti ngantuk di sekolah. Dibangunin sahur untuk puasa Ramadhan, kasihan juga, nanti kelaparan. Nanti kalau besar dia nggak sholat, nggak puasa, nggak mau pake jilbab, apa masih mau kasihan??”

Pasti tentang aku. Waktu bulan Ramadhan juga aku kadang tidak dibangunkan sahur, karena kata Papa kasihan nanti aku kelaparan jadinya tidak konsentrasi belajar.

Kasihan kakak. Aku tahu, dia sayang sekali sama aku. Ingin mengajariku beribadah. Tapi kenapa Papa sama Mama melarang aku melakukan semua itu ya? Kenapa harus mengasihaniku?

Aku ingin berjilbab, aku juga ingin sholat, aku ingin puasa. Sama seperti Papa, Mama, Kakak, dan orang-orang lainnya.

Aku juga ingin masuk surga, seperti cerita-cerita Kakak.

Aku ingin bertemu bidadari, juga seperti cerita-cerita Kakak.

Aku ingin bertemu nabi Muhammad. Dan aku juga ingin bertemu Allah di surga-Nya nanti.

Maka, Mama Papa, jangan kasihani aku. Sayangi aku karena aku pun ingin menjadi kupu-kupu di taman surga-Nya.